Advertising pada hakikatnya adalah salah satu jenis komunikasi yang bertujuan mempengaruhi orang lain. Mempengaruhi dalam arti mengubah sikap, sifat, pendapat, dan perilaku orang-orang ataupun seseorang (komunikan) sesuai dengan kehendak pemrakarsa komunikasi itu (komunikator). Demikian pula halnya dengan periklanan, sudah tentu tujuan utama programnya adalah mempengaruhi khalayak agar mereka mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan, sehingga dapat meningkatkan penjualan kea rah meningkatnya keuntungan yang diperoleh.
Dalam kegiatan komunikasi dikenal ada empat teknik komunikasi, yaitu teknik informatif, instruktif, persuasive, dan human relations. Untuk memenangkan pengaruh di kalangan khalayak, teknik informative saja jelas kurang bisa diandalkan, sebab walaupun khalayak sudah menerima informasi tentang barang atau jasa yang ditawarkan, belum tentu hatinya atau pikirannya terdorong untuk membeli atau memilikinya. Teknik instruktif mungkin bisa menggerakkan khalayak untuk membeli, namun khalyak membelinya secara terpaksa. Apalagi instruksi biasanya dilengkapi dengan ancaman. Maka kesadaran untuk membeli atau memilikinya pun hanya seketika saja. Yang paling efektif untuk menciptakan kesadaran khalayak akan menerima, bahkan mungkin memelihara, barang atau jasa yang ditawarkan adalah teknik persuasive.
Persuasi adalah kegiatan psikologis dalam usaha mempengaruhi sikap, sifat, pendapat, dan perilaku seseorang atau orang banyak. Mempengaruhi sikap, sifat, pendapat, dan perilaku dapat dilakukan dengan beberapa cara. Teror, boikot, pemerasan, penyuapan, dan sebagainya dapat juga memaksa orang lain bersikap atau berperilaku seperti yang diharapkan. Namun persuasi tidak melakukan cara demikian untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, melainkan menggunakan cara komunikasi (pernyataan antar manusia) yang berdasar pads argumentasi dan alasan-alasan psikologis.
Pada hakikatnya semua orang selalu bergumul dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dalam hal kesehatan, keamanan, pengaruh, kekuasaan, dan kepuasan hidupnya secara biologis, lahiriyah maupun batiniah (Allen, 1941: 386). Hal tersebut merupakan dasar bagi seseorang untuk berpikir, berbuat, dan bertingkah-laku di samping faktor keinginan (wants and desire) serta dorongan jiwa (drive). Ketiga faktor tersebut merupakan motor bagi hidupnya manusia dalam berperilaku, sedangkan dalam mengarahkan perilakunya sesuai dengan tujuan hidupnya manusia itu, ketiga faktor tesebut dikendalikan manusia melalui motivasinya. Karenanya dalam usaha persuasi dimaksud tadi keempat faktor itu (kebutuhan, keinginan, doronganjiwa, dan motivasi) hendaknya selalu dipertimbang¬kan dan diperhitungkan. Apabila tidak demikian, teknik persuasi akan menghadapi hambatan-hambatan, antara lain berupa noise factor, semantic factor, interest (kepentingan), motif, dan prejudice (prasangka).
Noice factor adalah hambatan berupa suara-suara yang meng¬ganggu sehingga proses komunikasi tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Hambatan demikian bisa terjadi terhadap siaran radio atau televisi, seperti terjadinya gangguan cuaca ataupunfading (hilangnya suara atau gambar).
Semantic factor adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah yang dapat menimbulkan salah paham atau salah pengertian. Hambatan demikian tidakjarang bisa menimbulkan kegagalan besar dalam melakukan upaya persuasi ataupun komunikasi. Dalam hal penggunaan kata maupun istilah hendaknya diperhatikan makna konotatif (pengertian sesuai dengan maksud yang tersirat) dan denotatif (pengertian sesuai dengan arti kata yang tersurat/dalam kamus) dari kata atau istilah dimaksud.
Interest (kepentingan) akan membuat seseorang atau orang banyak selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang-orang hanya akan memperhatikan rangsangan (stimuli) yang ada hubungannya dengan kepentingannya sendiri. Kepentingan dimaksud biasanya didasari oleh apa yang disebut predisposisi orang yang bersangkutan. Predisposisi tersebut bisa berupa selera terhadap sesuatu hal, bisa berupa pendapat mengenai aliran politik tertentu, bisa berupa nilai-nilai tentang bentuk-bentuk keindahan, kesenian, kebudayaan tertentu, bisa berupa sikap terhadap kejadian atau situasi¬situasi tertentu, dan banyak hal-hal lain lagi. Pendek kata, predisposisi merupakan aliran atau pendirian seseorang atau orang banyak.
Motif akan mendorong seseorang atau orang banyak berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan, dan kekurangan orang berbeda satu sama lainnya dari waktu ke waktu Berta dari tempat ke tempat. Karenanya, motif orang akan berbeda intensitasnya. Demikian pula motif seseorang terhadap pengaruh yang dihadapinya. Semakin sesuai pengaruh itu dengan motif seseorang, makin besar pula kemungkinan diterimanya pengaruh itu oleh orang tersebut.
Prejudice atau biasa juga disebut prasangka merupakan hambatan yang paling berat dalam upaya persuasi. Sebab, orang yang ber¬prasangka (terutama prasangka buruk), belum apa-apa sudah bersikap was-was dan menentang komunikator yang akan melancar¬kan komunikasi atau persuasi. Dalamprejudice, emosi akan memaksa untuk menarik kesimpulan atas dasar syak-wasangka (umumnya jelek) tanpa menggunakan pikiran secara rasional.
Untuk menghindari hambatan-hambatan tersebut tadi, dalam upaya periklanan melalui persuasi hendaknya dipertimbangkan penggunaan teori-teori persuasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar pengembangan teknik-teknik periklanan yang efektif Teori¬teori dimaksud adalah:
1. Metode Partisipasi, yaitu cars persuasi dengan jalan mengikut¬sertakan seseorang atau orang banyak dalam sesuatu kegiatan atau usaha dengan maksud untuk menumbuhkan perhatian. Misalnya dengan cara mengadakan open house.
2. Metode Asosmsi, yaitu penyajian sesuatu hal (a.l. iklan) atau gagasan dengan jalan menempelkan atau menumpangkannya pada sesuatu obyek atau peristiwa yang tengah menarik perhatian khalayak ramai. Metode ini blasajuga disebut build-in technique.
3. Metode Pay Off Idea, yaitu upaya persuasi dengan jalan rewarding (memberi harapan-harapan baik atau iming-iming yang menggiurkan). Misalnya menyarankan menggunakan pasta gigi merk tertentu agar gigi menjadi lebih bersih dan kuat.
4. Metode Fear Arrousing, kebalikan dari metode pay off idea tadi. Metode ini justru menggunakan cara punishment (menakut¬nakuti atau menggambarkan konsekuensi buruk). Misalnya dinyatakan bahwa gigi kita akan keropos apabila tidak digosok dengan pasta gigi merk itu.
5. Metode Cognitive Dissonance, yaitu kegiatan persuasi dengan menggunakan gejala-gejala hidup manusia yang tidak ada persesuaian antara pendapat serta sikap dengan perilakunya. Apabila seseorang mengetahui bahwa setiap hari is harus me-nyikat giginya minimal tiga kali, tapi la tidak melakukannya. Di sini telah terjadi disonansi. Untuk mengurangi disonansinya, orang demikian selalu mencari dalih. Maka untuk tidak terjadi disonansi pada orang-orang demikian, perlu adanya Iklan yang menganjurkan pemakaian pasta gigi merk lain yang tidak perlu menyikat giginya tiga kali sehari.
6. Metode Icing Device, yaitu cara persuasi dengan menggunakan emotional appeal. Kita semua tentu mengetahui bahwa barang yang sama kualitasnya kadang-kadang bisa lebih menarik apabila diberi bungkus yang lebih indah, etiket yang lebih baik, dan disajikan pada pajangan yang lebih menawan.
7. Red Hearing Technique, yaitu cara persuasi dengan jalan mengelakkan argumentasi bagian-bagian yang lemah untuk kemudian dialihkan sedikit demi sedikit kepada bagian-bagian yang kita kuasai atau bagian di mana kita berada dalam posisi yang kuat. Cara ini biasa juga disebut Canalizing ofargumentation.
Namun demikian untuk mempengaruhi sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak dalam upaya periklanan melalui persuasi ini, perlu pula dipikirkan hal-hal yang besar sekali peranannya.
1. Sugesti. Penerimaan pesan apapun secara sugestif dapat dicapai apabila keadaan si penerima (khalayak sasaran) dalam keadaan:
a. Daya berpikirnya terlambat (inhibasi),
b. Kepastian batinnya lumpuh sehingga keadaan berpikirnya terpecah-pecah (dissosiasi),
c. Percaya akan mitos,
d. Terpengaruh otoritas dan prestise,
e. Pembawaan,
f. Terpengaruh mayoritas pendapat.
2. Penyampaian pesan (a.l. iklan)
a. Harus diatur begitu rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian,
b. Harus menggunakan lambang-lambang yang sesuai dengan luas lingkup pengalaman dan bingkai referensi khalayak sasaran,
c. Harus menumbuhkan kebutuhan pribadi dan menyampaikan saran-saran cars bagaimana memenuhi kebutuhan itu,
d. Harus memberikan jalan untuk mengatasi kebutuhan tersebut, yang sesuai dengan situasi kelompok di mana khalayak sasaran itu berada.
3. Personal Influence. Orang-orang yang mempunyai pengaruh besar di masyarakat (a.l. para opinion leaders) akan mudah diperhatikan dan dipercaya. Karenanya iklan akan lebih efektif apabila dalam pesannya selalu mengikutsertakan orang-orang demikian.
4. Source Credibility. Dalam menerima sesuatu orang akan berpikir tentang sumbernya. Sekiranya sumber itu bisa dipercaya, maka pesan yang disodorkan kepadanya akan mereka terima dengan baik dan tanpa ragu-ragu.
Adapun langkah-langkah yang bisa diambil dalam melak¬sanakan persuasi yang lebih efektif tiada lain dengan mengarahkan strategi dan tekniknya itu melalui proses yang lazim disebut A to A procedure atau From attention to action, yaitu proses pentahapan persuasi yang diawali dengan usaha menumbuhkan perhatian (attention) untuk kemudian mencapai akhirnya dengan usaha menggerakkan khalayak sasarannya agar berbuat (action) ke arah yang diharapkan (dianjurkan). Sedangkan perincian tahapannya dikenal dengan sebutan proses AIDDA, yaitu akronimdarI Attention – Interest – Desire – Decission – Action. Apabila usaha menumbuhkan perhatian (attention) telah berhasil, maka upaya berikutnya adalah mem¬bangkitkan rasa tertarik (interest) di kalangan khalayak sasaran, sehingga timbul rasa ingin (desire) mengetahui atau memiliki apa yang disodorkan (ditawarkan) kepada mereka itu. Rasa ingin tersebut kemudian dimatangkan dengan membangkitkan tindakannya ke arah mengambil keputusan (decission) hingga akhirnya benar-benar mereka melakukan kegiatan (action) yang diharapkan para pemasang iklan (Schramm, 1965: 17).
Dengan demikian, dalam kegiatan Persuasif perhatian (attention) merupakan faktor yang mutlak harus ada dan sangat vital adanya. Sebab, bagaimanapun baiknya naskah iklan itu disusun serta lengkap argumentasinya, apabila tidak membangkitkan perhatian khalayak sasarannya, maka kegiatan persuasi itu pun akan sia-sia saja. Akibat¬nya jelas, proses periklanan itu pun akan mengalami kegagalan. J.R. Kantor, melalui artikelnya, "Principles of Psychology" yang dimuat dalam Social Science in Public Relations susunan Rex F. Harlow (1957: 133), menyatakan bahwa usaha-usaha menumbuhkan perhatian dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama, memanfaatkan pengaruh stimulus (perangsang) dengan menggunakan:
a. Obyek yang berubah-ubah dan bergerak
Dalam menghayati perangsang dalam lingkungannya, orang biasanya bertindak selektif la hanya memperhatikan perang¬sang-perangsang yang diminatinya serta yang mampu meng¬gugah minatnya. Dalam hubungan ini, orang akan tertarik perhatiannya oleh obyek yang bergerak dan berubah-ubah. Lampu berwarna-warni yang menyala secara berubah-ubah di suatu pusat perbelanjaan akan lebih menarik orang banyak ketimbang lampu biasa yang diam meskipun sangat terang nyalanya.
b. Intensitas obyek
Obyek perangsang yang memiliki intensitas dalam warna, suara, dan wangi-wangian, akan lebih menarik. Warna yang kontras seperti warna kuning dengan kombinasi biru atau hitam banyak dipakai dalam papan reklame, sebab kombinasi warna demikian lebih memikat ketimbang kombinasi-kombinasi lainnya. Namun warna-warna dengan kombinasi yang lembut dan harmonis pun dapat menggerakkan emosi atau menyejukkan pikiran. Demikian pula dalam situasi kompetitif seperti di pasar malam misalnya, setiap stand memutar lagu-lagu atau berteriak-teriak dengan masing-masing menggunakan pengeras suara, maka yang paling keras suaranya tampak paling banyak pengunjungnya. Di negara-negara besar dewasa ini, orang sudah mulai menggunakan wangi-wangian dalam bidang reklame. Wangi-wangian membawa kenang-kenangan. Karena itu barang-barang yang dikenai wangi-wangian akan membawa kenang-kenangan yang mendalam.
c. Pengulangan
Penyajian secara berulang-ulang atau diulangi berkali-kali mempunyai kekuatan serta kelemahan-kelemahannya. Pe¬nyajian secara berulang-ulang dapat mewujudkan proses con¬ditioning pada komunikan, yaitu merasa "biasa" terhadap sesuatu hal untuk kemudian diharapkan adanya rasa "ketagihan" dari pihak-pihak yang terkait. Namun demikian, penyajian yang ber¬ulang-ulang hendaknya dijaga jangan sampai mencapai the point of diminishing return di mana pengulangan kehilangan kekuatan¬nya karena orang yang memperhatikannya merasa musk dan jemu terhadap penyajian yang dianggap itu-itu saja.
d. Bentuk dan ukuran obyek
Penyajian sesuatu dalam bentuk yang besar selalu menarik perhatian. Poster yang lebar, gapura yang besar dan tinggi, billboard yang besar dan berwarna sudah tentu pada tingkat pertama akan lebih menarik ketimbang yang berukuran kecil. Namun bentuk yang kecil pun dapat menimbulkan rasa takjub dalam hal-hal tertentu. Misalnya dalam hal obat-obatan sudah tentu bentukyang semakin kecil akan semakin lebih disenangi, sebab utamanya adalah kemanjuran serta mudah dipakai. Sebaliknya untuk memperkenalkan lebih jelas bagian-bagian dari suatu benda yang kecil akan menarik perhatian apabila model benda itu disajikan dalam bentuk yang lebih besar. Begitu pula benda-benda yang sangat besar untuk lebih dikenai modelnya maka selalu disajikan dalam bentuk yang lebih kecil, seperti untuk mengenal model mobil keluaran tahun tertentu kita Bering melihat mobil-mobilan dalam bentuk (mobil keluaran tahun dimaksud) sebesar korek api.
e. Hal yang baru dan aneh
Ceritera baru, mode baru, produksi baru, penyajian yang lain dari biasanya, penampilan hal-hal yang aneh, yang lucu, yang tidak terduga, yang surprising, yang lain dari yang lain, akan selalu menggugah minat dan perhatian orang banyak. Mobil produksi atau model terbaru akan sangat menarik perhatian para peng¬gemar kendaraan. Demikian pula model pakaian terbaru akan menggugah minat mereka yang terkait dalam pementasan suatu pagelaran ataupun mereka yang berduit dan senang bepergian. Iklan yang mengkampanyekan "untungnya ber¬belanja", misalnya dengan slogan "membeli sebuah mobil merk tertentu memperoleh hadiah sebuah mobil (pula) merk lain", "membeli kain pakaian 5 meter gratis 5 meter", "bell Honda dapat HP gratis", dan sebagainya, merupakan strategi reklame yang aneh dan lain dari yang lain, sudah tentu menggairahkan banyak orang untuk mencoba membelinya.
f. Hubungan sekonyong-konyong dengan obyek
Cara ini lazim disebut shock technique. Iklan dari sebuah perusahaan asuransi sering menggambarkan seorang ayah yang dengan histeris berusaha menyelamatkan anaknya yang berada dalam keadaan hampir tertabrak sebuah kendaraan berat yang sedang lari kencang. Iklan dimaksud mencoba menumbuhkan rasa ngeri di kalangan para orangtua sehingga dapat mendorong untuk mengambil polis asuransi kecelakaan. Siaran radio kadang-kadang sering menggunakan cara ini sebelum suatu acara dimulai. Baik itu acara rutinnya maupun acara penyiaran sebuah iklan. Demikian pula penampilan sebuah barang di etalase sebuah toko dengan mengejutkan pengunjungnya, merupakan kiat iklan untuk menumbuhkan perhatian para pengunjung tersebut.
g. Obyek yang menarik, penting, dan berkesan
Keindahan, kecantikan, kemerduan, dan peristiwa-peristiwa penting merupakan penyajian yang menarik dan berkesan. Rasanya semua orang senang akan keindahan, kecantikan, dan segala yang mengandung unsur-unsur kemerduan. Itulah sebabnya mengapa kulit-muka majalah-majalah, reklame barang ataupun jasa, sering menggunakan unsur-unsur kecantikan, keindahan, dan kemerduan.
Kedua, memanfaatkan kondisi khalayak sasaran yang umumnya berupa:
a. Familiair dengan obyek
Kebalikan dari adanya perhatian terhadap segala yang serba barn, khalayak pun cenderung pula menyukai obyek-obyek yang sudah lama dikenal atau biasa (sering) dilihatnya. Gejala ini timbul dalam perubahan nama-nama tempat atau bends, kadang-kadang orang lebih suka (ingat) menyebut nama-nama yang lama. Misalnya, Jalan Karyawan di Bandung, orang masih mengingat dan menyebutnya dengan nama lamanya, yaitu jalan Naripan. Demikian pula huruf nama perusahaan atau kantor seperti BCA, Antara, Pikiran Rakyat, dan sebagainya mengandung unsur-unsur kebiasaan sehingga sudah familiair bagi orang banyak. Begitu pula pajangan toko seperti Bata, Jamu Cap Jago, atau toko obat, sekilas pandangan saja orang akan cepat menge¬nalinya karena penampilannya yang khas.
b. Kepentingan
Apa yang menjadi kepentingan khalayak sudah tentu akan menjadi perhatian mereka sendiri. Karenanya dengan mengenal baik kepentingan-kepentingan mereka akan memperoleh bahan berharga untuk penyajian (pesan) Iklan yang bisa menum¬buhkan perhatian.
c. Ada hubungan langsung
Khalayak selalu cenderung untuk menaruh perhatian kepada obyek-obyek yang berhubungan langsung dengan kebutuhannya. Karena itu khalayak bersikap selektif terhadap obyek¬obyek dalam lingkungannya, yaitu memilih obyek-obyek yang mereka butuhkan. Misalnya, orang lapar, yang akan menjadi perhatiannya dalam tingkat pertama adalah makanan. Mereka hanya akan memperhatikan spa-spa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya meskipun di sekelilingnya terdapat obyek-obyek lain yang lebih menarik.
d. Kondisi ruhaniah dan jasmaniah khalayak
Kelelahan, kemurungan, penderitaan, sifat, tabiat, kegairahan, dan sebagainya yang tengah dialami khalayak adalah faktor¬faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap isi (pesan) iklan. Seorang petani yang selalu kelelahan dalam mengolah sawahnya dengan menggunakan kerbau akan beralih perhatiannya apabila melihat betapa efektifnya kalau menggunakan traktor dalam pengolahan sawahnya. Kaum muslimin selalu akan memperhatikan iklan-iklan yang bernada islami.
e. Feeling
Perasaan atau emosi adalah hal yang tidak boleh dilupakan dalam hal usaha menumbuhkan perhatian. Pendapat, sikap, dan tingkah-laku manusia tidak hanya ditentukan oleh akal (rasio) dan inteligensia semata, melainkan juga jalan hidupnya lebih banyak dipengaruhi oleh perasaannya. Sudah tentu, me¬madukan emosi dengan rasio dan intilegensia akan merupakan suatu upaya yang lebih jitu dalam hal memenangkan attention getting public. Sebuah iklan akan memperoleh respons yang antusias apabila disajikannya dengan cara yang berkesan dan menembus perasaan mereka yang terkait. Misalnya dengan menggambarkan betapa mudah dan bahagianya meraih gelar sarjana apabila memiliki asuransi beasiswa dari sebuah perusahaan asuransi tertentu. Demikian pula dilukiskan betapa nyamannya seorang ibu hamil apabila dibawa mengendarai mobil merk tertentu meskipun terburu-buru mengejar waktu melahirkannya di rumah sakit tertentu.
f. Kegiatan khalayak
Kegiatan komunikasi di wilayah yang penduduknya taat beragama Islam pada saat menjelang Maghrib tidak akan mendapat perhatian sama sekali, sebab tidak cocok dengan kebiasaan (kegiatan) sosial khalayaknya. Demikian pula halnya dengan kegiatan penduduk di daerah pertanian, di mana mereka terikat oleh kewajiban-kewajiban tertentu di ladang atau sawahnya, akan mempengaruhi kelancaran jalannya suatu komunikasi. Apabila tidak disesuaikan dengan waktu-waktu mereka mengadakan kegiatannya, bagaimanapun komunikasi atau persuasi itu dilancarkan selengkap mungkin, perhatian mereka tidak akan tertarik.
Selain dari itu untuk menciptakan kegiatan persuasi yang sederhana, Ian Harvey melalui artikelnya, "The Technique of Persuasion" yang dimuat dalam Social Science in Public Relations suntingan Rex F. Harlow, menyatakan bahwa di dalam mengadakan, persuasi orang harus berpedoman pada empat pegangan, yaitu:
1. Persoalannya harus diterangkan sejelas mungkin
2. Appeal persuasi endaknya dilakukan lebih banyak secara langsung dan emosional ketimbang intelektual
3. Bahasa yang digunakan hendaknya sesederhana mungkin sehingga dapat dipahami dengan mudah
4. Pernyataan hendaknya disusun secara jelas dan berulang-ulang
No comments:
Post a Comment