Hidupnya berputar lima tahun lalu ketika masih berusia 19 tahun. Di umur
sebelia itu, putaran dilakoni Nu (tidak nama sebenarnya) bukan soal
nasib, tapi keyakinan. Dari penganut Katolik taat berganti ateis.
Tuhan
biasanya menjadi sandaran pamungkas ketika seseorang galau. Namun itu
tidak lagi berlaku buat bungsu dari tiga bersaudara ini. "Gue nyaman
dengan keadaan ini," kata Nu saat ditemui merdeka.com, Selasa
malam dua pekan lalu, di sebuah kafe di bilangan Setiabudi, Jakarta
Selatan. "Sampai sekarang tidak ada bukti membuat gue percaya Tuhan itu
ada."
Pemuda berkaca mata itu tidak sendirian. Dia merupakan
anggota komunitas Indonesia Atheists, sebuah kumpulan penolak Tuhan
eksis lewat laman Facebook. Bahkan, Nu terhitung pendiri bersama Karl
Karnadi. Komunitas ini dibentuk pada 1 Oktober 2008.
Hingga Rabu
pekan lalu, Indonesian Atheists beranggotakan 1.110 orang. Sekitar 65
persen adalah lelaki dan kebanyakan yang tidak percaya Tuhan tadinya
penganut agama dibawa oleh Nabi Muhammad. Jumlah mereka sedikit unggul
ketimbang mantan pemeluk Nasrani. "Dasar pembentukan adalah mendirikan
semacam suaka buat teman-teman ateis dan non-religius untuk
mengekspresikan pemikiran," ujar Nu.
Di awal berdirinya, baru
ada sekitar seratus anggota. Komunitas Indonesian Atheists ini juga
menggelar pertemuan kecil untuk sekadar saling kenal dan bertukar kabar.
Nu mengklaim sampai saat ini anggota mereka tersebar mulai ujung
Sumatera hingga Papua. Bahkan, ada juga yang menetap di luar negeri.
Untuk
bergabung tidak sulit, cukup mengajukan diri lewat laman Facebook
Indonesian Atheists. Nu sebagai administratur, lantas bakal
memverifikasi pendaftar. Dia bakal mencari tahu latar belakang dan
tujuan mereka. Saban hari, komunitas ini kedatangan 5-10 orang. Setelah
verifikasi selesai, pendaftar menjalani wawancara lewat pesan pribadi.
Selepas itu, Nu dan Karl bakal membahas hasil wawancara itu sebelum
memutuskan apakah pendaftar bisa diterima menjadi anggota atau ditolak.
Indonesia
Atheists tidak berjalan kaku. Tidak ada aturan main dan pemimpin. "Yang
penting tiap anggota dalam berdiskusi menjaga situasi supaya nyaman,
tidak berkata kasar atau melecehkan," tutur Nu. Meski kebanyakan sudah
paham, komunitas ini mengingatkan anggota mereka agar tidak sembarangan
sesumbar di depan publik sebagai orang tidak percaya Tuhan.
Imbauan
ini berkaca dari pengalaman Alexander alias Aan, administratur laman
Facebook Ateis Minang. Dia ditangkap karena berkoar sebagai seorang
ateis. Majelis hakim Pengadilan Negeri Muaro Sijunjung, Sumatera Barat,
pertengahan Juni tahun lalu, memvonis lelaki 30 tahun itu 2,5 tahun
kurungan dan denda Rp 100 juta. Dia didakwa dengan Pasal 28
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik lantaran menyebarkan
kebencian rasial dan agama.
Indonesian Atheists hanyalah sebagian
dari komunitas-komunitas manusia tak bertuhan di negara ini. Memang
sulit memastikan jumlah mereka. Karl Karnadi, pendiri Indonesian
Atheists, sangat berharap masyarakat bersedia menerima kaum ateis. "Kami
berusaha sebaik-baiknya mengenalkan diri kami sebenarnya dan berharap
mendapat sayang dari masyarakat Indonesia meski kami berbeda," ucapnya
kepada merdeka.com lewat surat elektronik.
No comments:
Post a Comment