Akhir-akhir
ini polisi tengah gencar-gencarnya melakukan razia preman di kawasan
Ibu Kota. Preman-preman yang biasa malak atau sekadar jaga parkir
ditangkap, diperiksa identitas dan juga digeledah.
Bila
ada senjata tajam atau narkoba maka langsung diproses, sedangkan bila
'bersih' akan dilakukan pembinaan kepada mereka yang dicap preman itu.
"Operasi
ini kita lakukan untuk memberi rasa aman kepada warga, karena laporan
preman ini sudah meresahkan warga," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Pol Rikwanto beberapa waktu lalu.
Keberadaan preman saat
ini memang sudah meresahkan, pemerasan, penganiayaan bahkan tak jarang
pembunuhan kerap mereka dilakukan. Namun apakah arti preman itu sendiri?
Benarkah preman identik dengan perbuatan kriminal?
Istilah
preman yang saat ini kita gunakan ternyata berasal dari peninggalan
Belanda, alias diambil dari bahasa Belanda. Preman berasal dari kata
'vrij' yang artinya bebas atau merdeka, dan 'man' yang artinya orang,
sama dengan istilah dalam bahasa Inggris, free man, orang yang bebas
atau merdeka.
Pada zaman kolonial, Orang-orang seperti ini tidak
mau bekerja sama dengan Belanda dan kerap kali menjadi membangkang
terhadap pemerintahan kolonial. Mereka ini tidak ingin bekerja sama
dengan pemerintah kolonial karena memang menolak penindasan atau karena
idealismenya yang tak ingin menjadi anjingnya penjajah. Bahkan banyak
vrijman atau preman yang dihubungkan dengan sejarah pejuang bangsa ini.
Sebutan vrijman terdengar sulit di lidah orang Indonesia khususnya Jawa dan Melayu. Mereka lalu menyebut vrijman menjadi preman.
Preman
memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Sebab hanya istilahnya
saja yang berganti hingga akhirnya kata preman yang hingga sekarang
dikenal orang. Pada masa Hindia Belanda istilah yang umum digunakan
rakyat Indonesia adalah jago, bukan vrijman atau preman. Istilah yang
mengacu pada ayam jantan ini tidak hanya melambangkan kejantanan atau
maskulinitas, kemampuan berkelahi tapi juga mengacu pada orang yang
kuat. Walaupun pemerintah kolonial menganggap jago atau vrijman sebagai
biang keladi dari setiap kegaduhan yang terjadi, namun bagi rakyat
Indonesia pada saat itu para jagoan sebenarnya adalah penolong mereka
dari kekejaman para penjajah.
Namun seiring berjalannya waktu,
ada jagoan atau jawara yang lebih mementingkan nafsu dan materi belaka.
Para jago sesat itulah yang menjadi incaran para tuan tanah pemilih
lahan partikulir untuk dirangkul dan tukang pukul atau centeng mereka.
Tugas lainnya adalah mereka memunguti pajak dari rakyat. Sementara
pemerintah kolonial tak ambil peduli bahkan pemerintah memanfaatkan para
jago itu sebagai informan mencari biang rusuh masyarakat. Justru para
jago sejati yang gerah terhadap sikap pemerintah kolonial dianggap
mengganggu keamanan dan ketertiban.
Fenomena preman di Indonesia
mulai berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran
semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari
cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam
bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman sangat
identik dengan dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan
preman tidak lepas dari kedua hal tersebut.
Namun kini istilah
preman tidak lagi merujuk pada mereka yang menolak kolonialisme dan
membantu pribumi, vrijman atau preman kini justru meresahkan warga.
Pemalakan, kekerasan, penganiayaan dan sejumlah tindakan kriminal dekat
mereka. Lalu jika ditilik dari sejarah tersebut, masih layakkah mereka
disebut preman?
No comments:
Post a Comment