Membagun Merk Lokal Indonesia ( Mantap )

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBCrjSmM_XadGgLCnTQIgUMRSZqQoBAPQjbyfgdFrsCO9UfsmxpeqzNa8HWnft_rJzV4-oP4eH_NoM0TdlKEOnzB_XDzqdoOjeIjNV6pbffckDte8BMEODNxPMq-j_UmL6omDyycyUYzPt/s320/made-in-indonesia.jpg

Gelaran bertajuk Kebangkitan Nasional Kedua, Kebangkitan Merek Indonesia, ini merupakan event terbesar saat ini yang menampilkan merek-merek lokal yang siap menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan berjaya di pasar global. 20 Mei 2013 lalu, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, saya akan menggelar sebuah event akbar Indonesia Brand Forum (IBF) 2013.

Event tahunan ini menampilkan Indonesia brand heroes seperti: Dahlan Iskan, Irwan Hidayat (Sido Muncul), Martha Tilaar, Emirsyah Satar (Garuda Indonesia), David Pendekar Bodoh Marsudi (DCost), Svida Alisjahbana (Femina Group), Dewi Muliaty (Prodia), Martin Wijaya (Sunpride), dan sebagainya. Mereka adalah sosok role model yang telah sukses membangun merek-merek hebat Indonesia. Bagi saya mereka adalah national heroes karena jasanya mencipta kemandirian ekonomi bangsa. Mereka adalah tokoh-tokoh kebangkitan merek Indonesia.

Prihatin
Ide mengenai event ini sudah ada di kepala saya sejak sekitar dua tahun lalu saat melakukan riset untuk buku saya Consumer 3000 yang mengungkap potensi pasar kelas menengah Indonesia yang sangat besar. Saya prihatin luar biasa melihat kenyataan bahwa yang justru agresif memanfaatkan potensi pasar besar tersebut ternyata justru para pemain global asing. Pemain-pemain lokal tergilas oleh mereka dan kita hanya bisa duduk manis di luar garis pertandingan menonton aksi canggih mereka mengeksploitasi pasar domestik.
Yang juga menjadi keprihatinan saya adalah jika Indonesia hanya menjadi pasar belaka bagi pemain-pemain global asing. Pemain-pemain lokal tak punya daya memanfaatkan potensi pasar dalam negeri yang begitu besar karena kalah bersaing dengan pemain-pemain global yang memiliki sumber daya nyaris tanpa batas.
Yang juga menjadi keprihatinan saya adalah jika bangsa ini hanya menjadi bangsa konsumen dan bangsa penikmat yang tiap pekannya hanya bisa menyemut di mal-mal dan supermarket-supermarket tengah kota. Yang saya takutkan adalah, pemain lokal tak bisa mencipta nilai (value-creation) dan mencipta merek (brand-building) untuk menandingi dominasi pemain global asing.
Singkatnya, saya resah pemain lokal tak bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Keprihatinan ini bukannya tanpa alasan. Keresahan itu tergambar dari gerakan ekspansi dan dominasi perusahaan-perusahaan global asing di Bumi Pertiwi. Praktis semua kategori industri kita saat ini dikuasai oleh pemain-pemain global asing. Coba kita rentang dominasi mereka. Mulai dari kategori industri telekomunikasi, perbankan, asuransi, otomotif, farmasi, toiletris, kosmetik, ritel, elektronik rumah tangga, gadget, makanan/minuman, pertambangan, alat berat, periklanan, riset pasar, bahkan dotcom, dominasi pemain global asing sudah demikian mengakar.

Nasionalisme Membabi Buta
Kalau demikian keadaannya, apakah perusahaan global itu salah? Absolutely not! Saya bukanlah nasionalis puritan yang membabi-buta. Saya juga bukan anti modal asing atau perusahaan asing. Mereka justru kita butuhkan sebagai sparing partner yang terus memompa andrenalin kita untuk menjadi pemain tangguh. Global competitions are the best vitamines for us to be a real global players.
Perusahaan global asing juga sangat kita butuhkan karena mereka membawa modal, SDM, manajemen, dan teknologi. Mereka justru harus kita ajak berkolaborasi untuk mengembangkan pemain-pemain lokal yang tangguh tak hanya di pasar domestik tapi juga di pasar global. Tanpa mereka kita hanya menjadi katak dalam tempurung.

http://st292815.sitekno.com/images/pic.gif

Menyusui dan memproteksi pemain lokal secara membabi-buta (dengan regulasi dan kebijakan pemerintah) untuk bersaing dengan pemain global bukanlah cara yang bijak dan mendidik. Langkah itu hanya akan menghasilkan pemain-pemain malas dan manja. Memproteksi pemain lokal dengan mengorbankan hak-hak konsumen (memberi konsumen produk dan layanan berkualitas buruk dengan berkedok nasionalisme) juga bukanlah cara-cara yang santun dan civilized.
Cara terbaik untuk menjadi pemain tangguh di pasar dalam negeri maupun global adalah dengan nyemplung langsung di arena pertempuran pasar, secara cerdas membangun strategi dan daya saing, dan kemudian improve all the time. Termasuk didalamnya improve dengan cara sebanyak mungkin belajar dari pesaing-pesaing global.

Jadi, kalau saya mengatakan bahwa merek-merek Indonesia harus mengalahkan merek global di pasar dalam negeri, bukan berarti bahwa saya menganjurkan perusahaan-perusahaan lokal untuk memusuhi pemain global atau bahkan menyarankan pemerintah untuk mengusir mereka dari bumi pertiwi. Sama sekali bukan!
Justru saya menganjurkan pemain lokal untuk mengencangkan ikat pinggang, menciptakan sense of crisis, dan memompa andrenalin untuk berkompetisi dengan mereka secara fair dan terbuka, dengan berpangku pada kekuatan strategi dan daya saing yang kokoh. Bahkan, pemain lokal juga harus berkolaborasi dengan pemain global untuk berbagi dan melakukan sinergi sumber daya.

Brand Building
Di sinilah terletak pentingnya spirit kebangkitan merek Indonesia. Saya berpikir, bangsa ini harus dibangunkan kesadarannya untuk membangun merek (building brand). Di tengah menggeliatnya ekonomi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi utama dunia, insan merek Indonesia harus habis-habisan berjuang membangun merek lokal. Pasar dalam negeri yang besar haruslah menjadi momentum berharga bagi kita untuk membangun kekuatan merek lokal.
Negara-negara maju baru seperti Jepang (di tahun 1960-an) menjadi negara besar karena merek-merek hebat seperti Sony, Toyota, atau Canon. Begitu juga dengan Korea (di tahun 1990-an) menjadi negara besar karena merek-merek kokoh seperti Samsung, Hyundai, atau KIA. Bahkan Malaysia, negara tetangga kita, sejak dua dekade terakhir sudah merintis untuk membangun merek-merek nasional hebat seperti Petronas, Genting, Proton, atau MayBank.
Nah, kini giliran kita untuk membawa merek-merek nasional hebat seperti Indofood, Garuda Indonesia, Garudafood, Pertamina, J.Co, Mayora, Semen Indonesia, Sosro, Martha Tilaar, Sido Muncul, dan ribuan merek hebat yang lain menjadi national champion (merek-merek dominan di pasar dalam negeri) maupun global chaser (merek-merek kokoh di pasar regional/global). Merek-merek nasional haruslah bangkit menjadi kekuatan ampuh untuk membangun kemandirian bangsa.
Karena itulah saya menggelar IBF persis di tanggal 20 Mei, pas Hari Kebangkitan Nasional. Tujuan saya cuma satu; yaitu agar tanggal tersebut tak hanya diingat dan diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional semata, tapi sekaligus juga diingat dan diperingati sebagai Hari Kebangkitan Merek Indonesia. Saya Juga Akan Membangun Merk Nambenk Sebagai Merk Global Hahahahaa

No comments:

Post a Comment