Negara
indonesia (atau lebih saya sebut sebagai nusantara) terbilang sebagai
salah satu kawasan yang mempunyai peradaban yang cukup tinggi dan maju,
namun dalam urusan mata uang, indonesia masih terbilang muda dalam
mengenal mata uang. tercatat negeri ini baru mempunyai uang resmi pada
abad ke 8, itupun karena adanya pengaruh dari negara-negara tetangga
yang saat itu sudah mempunyai mata uang sendiri (China dan India)
berikut ini, kami berikan daftar 7 mata uang tertua di indonesia :
Mata
uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu
pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah.
Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan perak,
mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal :
* Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
* Atak, berat 1.20 gram; sama dengan ½ Masa, atau 2 Kupang
* Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.30 gram) dan 1 Saga (0,119 gram).
Koin emas zaman Syailendra
berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar (Masa)
berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf
Devanagari “Ta”. Di belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang
dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam
bahasa numismatik, pola ini dinamakan “Sesame Seed”.
Sedangkan koin perak Masa
mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf
Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya
terdapat incuse dengan pola “Bunga Cendana”.
Pada
zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan
berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya.
Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar,
sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung, dengan
diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng
Cina datang begitu besar, sehingga saking banyaknya jumlah yang beredar,
akhirnya dipakai secara “resmi” sebagai alat pembayaran, menggantikan
secara total fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
Mata
uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali, termasuk di situs
kota Majapahit, kebanyakan berupa uang “Ma”, (singkatan dari māsa)
dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa Kuno. Di
samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan satuan tahil,
yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan ta dalam huruf
Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang sama, yaitu
antara 2,4 – 2,5 gram.
Selain itu masih ada
beberapa mata uang emas dan perak berbentuk segiempat, ½ atau ¼
lingkaran, trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang
ini terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar;
yang dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu
dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang-uang
tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau
kuncup bunga (teratai?) dalam bidang lingkaran atau segiempat. Jika
dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960 – 1279) yang
memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan
perak sebagai mata uang, mungkin itulah yang dimaksud.
pada
zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”,
dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam
bukunya The History of Java. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena
pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-koin serupa yang
berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan
lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin
ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di
Cina ataupun di Jepang sehingga disebut sebagai koin-koin kuil. Setelah
redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528), Banten di
Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.
Mata
uang emas dari Kerajaan Samudra Pasai untuk pertama kalinya dicetak
oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Mata uangnya
disebut Dirham atau Mas, dan mempunyai standar berat 0,60 gram (berat
standar Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil
dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas Pasai
mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang setengah Mas berdiameter 6
mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik
az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”.
Uang
yang sangat unik,yang dinamakan Kampua dengan bahan kain tenun ini
merupakan satu-satunya yang pernah beredar di Indonesia. Menurut cerita
rakyat Buton, Kampua pertamakali diperkenalkan oleh Bulawambona,yaitu
Ratu kerajaan Buton yang kedua,yang memerintaha sekitar abad XIV.
Setelah ratu meninggal,lalu diadakan suatu “pasar” sebagai tanda
peringatan atas jasa-jasanya bagi kerajaan Buton. Pada pasar tersebut
orang yang berjualan engambil tempat dengan mengelilingi makam Ratu
Bulawambona. Setelah selesai berjualan,para pedagang memberikan suatu
upetiyang ditaruh diatas makam tersebut,yang nantinya akan masuk ke kas
kerajaan. Cara berjualan ini akhirnya menjadi suatu tradisi bagi
masyarakat Buton,bahkan sampai dengan tahun 1940.
Mata-uang
dari Kesultanan banten pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi.
Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan
lubang di tengah, dengan ciri khasnya 6 segi pada lubang tengahnya
(heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa:
“Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di Banten,
inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten”.
Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh
Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah, seperti yang
ditemukan pada akhir-akhir ini.
Editing By Nambenk
No comments:
Post a Comment